Bekasi, Minggu 26 Januari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Di tengah pandemi pendidikan yang semakin kompleks, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan dan pemberian hak-hak bagi tenaga pendidik. Salah satu isu yang mencuat adalah terkait proses pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di kalangan guru honorer. Pada Kamis, 23 Januari 2025, Forum Pembela Honorer Indonesia (FPHI) melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut transparansi dan keadilan dalam sistem seleksi ini.
Tuntutan Transparansi dari Guru Honorer
Tuntutan Transparansi dari Guru Honorer
Para guru honorer yang tergabung dalam FPHI merasa kecewa dengan kinerja panitia seleksi PPPK. Rahmatullah, pembina FPHI, mengungkapkan bahwa proses seleksi yang selama ini berjalan tidak transparan, membuat banyak guru honorer merasa didiskriminasi. “Meskipun banyak di antara mereka telah mengikuti pelatihan dan pendidikan yang relevan, mereka tetap tidak mendapatkan posisi yang sesuai,” tuturnya. Ini menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap cara sistem ini beroperasi, di mana banyak guru honorer yang telah mengabdikan diri selama bertahun-tahun tidak mendapatkan kesempatan untuk diangkat.
Kekeliruan dalam Penempatan Formasi
FPHI menyoroti bahwa formasi yang disediakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi tidak mencerminkan kebutuhan di lapangan. Posisi yang ditawarkan tidak mempertimbangkan latar belakang pendidikan dan pengalaman para guru honorer. “Kami menyatakan mosi tidak percaya kepada Pemkab Bekasi karena panitia seleksi PPPK tidak profesional,” tegas salah satu perwakilan guru dalam orasinya. Aksi demonstrasi yang dilakukan di Pemkab Bekasi mencerminkan kesatuan suara dari para pendidik, yang merasa hak-hak dan suara mereka tidak diperhatikan.
Perbedaan Antara Posisi dan Kualifikasi
Salah satu keluhan utama yang disampaikan adalah adanya ketidaksesuaian antara posisi yang ditawarkan dengan kualifikasi pendidikan para guru. Terdapat banyak contoh guru yang mengajarkan mata pelajaran tertentu, sementara ijazah mereka tidak sesuai dengan bidang tersebut. Rahmatullah menegaskan bahwa sistem seharusnya memperhatikan linieritas dalam ijazah dan penempatan guru. “Karena ini kesalahan disengaja atau tidak disengaja oleh para oknum pejabat, kami berharap Pemkab Bekasi memberikan formasi atau mengusulkan formasi sesuai dengan ijazah,” tambahnya.
Aspirasi yang Diperjuangkan
FPHI telah menyusun beberapa aspirasi dan tuntutan sebagai solusi dari masalah ini. Tuntutan tersebut mencakup:
1. Membuat formasi yang sesuai dengan ijazah yang dinamakan linier.
2. Melakukan evaluasi terhadap sistem ini karena saat ini tidak dapat mendeteksi sesuai Dapodik.
3. Mengatasi dugaan adanya oknum Korwil yang menerima usulan secara langsung, tanpa proses seleksi dan akomodasi yang memadai.
4. Aspirasi ini menunjukkan adanya harapan bagi guru honorer untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan sistem yang lebih baik dalam pengangkatan PPPK di masa depan.
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh FPHI di Kabupaten Bekasi merefleksikan rasa ketidakpuasan yang mendalam di kalangan guru honorer terhadap sistem seleksi PPPK yang dianggap tidak adil dan tidak transparan. Temuan dalam demonstrasi ini mengindikasikan perlunya peninjauan kembali proses yang ada untuk memastikan bahwa hak-hak guru honorer yang telah lama mengabdi tidak diabaikan. Respons dari pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi sangat diharapkan agar situasi ini tidak berlarut-larut, dan pendidikan di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi.
(RED)