JSON Variables

Kesepakatan Baru Polri dan Dewan Pers: Perlindungan untuk Jurnalisme yang Sah


Jakarta, Kamis 30 Januari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Dalam perkembangan terkini dunia jurnalisme Indonesia, adanya kesepakatan baru antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Dewan Pers memberikan angin segar bagi wartawan. Kesepakatan ini menegaskan bahwa produk jurnalistik yang dihasilkan melalui mekanisme jurnalisme yang sah dan berasal dari perusahaan pers yang legal tidak dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen Pol Agus Adrianto, yang menekankan perlindungan hukum bagi wartawan dan produk beritanya.

Perlindungan Jurnalistik

Wakapolri menyatakan bahwa setiap produk jurnalistik yang menyampaikan berita yang benar tidak dapat diproses secara hukum. "Kalau yang dimunculkan adalah sesuatu hal yang benar, wartawannya juga tidak boleh diproses," ungkapnya dalam konferensi pers yang diadakan pada tanggal 8 Februari 2024. Kesepakatan ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa kebebasan pers di Indonesia tetap terjaga, terutama di tengah tantangan yang dihadapi oleh wartawan dalam menjalankan tugasnya.

Kepatuhan terhadap Kesepakatan

Kesepakatan baru ini mengharuskan Polri untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers serta Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam penyelesaian perkara yang berkaitan dengan pemberitaan, polisi diharuskan untuk mengikuti mekanisme sengketa pers yang ditentukan. Dengan demikian, jika terjadi sengketa, pihak-pihak terkait wajib terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan mediasi. Penegakan hukum baru dapat dilakukan sebagai langkah terakhir setelah semua upaya tersebut dilalui. "Kalau sudah mentok, baru diputuskan apakah penyelidikan dilanjutkan atau tidak," tambah Wakapolri.

Pembeda antara Media Sosial dan Media Massa Siber

Irjen Pol Dedi Prasetyo, Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia, juga menyoroti perbedaan fundamental antara media sosial dan media massa siber. Media sosial, ungkapnya, seringkali diproduksi tanpa proses konfirmasi dan klarifikasi, sementara media massa siber, yang dihasilkan oleh perusahaan pers, dapat diklarifikasi apabila terjadi kesalahan dalam pemberitaan. "Semua produk yang dihasilkan oleh media dilindungi oleh undang-undang; kecepatan informasi di media sosial tidak memiliki batas waktu dan wilayah, tetapi produk jurnalistik harus dapat dipertanggung jawabkan," tegas Dedi Prasetyo.

Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi

Irjen Pol Dedi Prasetyo juga menegaskan peran penting produk jurnalistik dalam memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Berita yang sah tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga memberikan pencerahan bagi publik. Hal ini menjadi salah satu aspek yang tidak dimiliki oleh konten di media sosial, yang sering kali tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, peran media yang sesuai dengan norma dan regulasi yang ada sangat vital dalam menciptakan masyarakat yang terinformasi dan dapat membedakan antara informasi yang benar dan hoaks.

Menanggapi Hoaks di Tahun Politik

Kepolisian berharap agar media dan masyarakat bekerja sama untuk memerangi konten yang berbau hoaks, terutama mengingat situasi politik yang semakin dinamis. Dalam tahun politik seperti ini, penyebaran informasi yang salah dapat memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat. Kerjasama antara media dan kepolisian dalam menyebarkan berita yang akurat akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang beredar.

Kesepakatan baru antara Polri dan Dewan Pers menjadi langkah positif untuk perlindungan hak-hak wartawan dan produk jurnalistik yang sah. Dengan adanya pengaturan yang jelas mengenai perbedaan antara media sosial dan media massa siber, serta langkah-langkah yang harus diambil dalam penyelesaian sengketa pers, diharapkan situasi jurnalisme di Indonesia dapat semakin baik.




(RED)
Lebih baru Lebih lama

Facebook