Jakarta, Rabu 29 Januari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Laode M Syarif, telah mengeluarkan pernyataan penting terkait komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas praktik korupsi yang semakin berkembang di Indonesia. Dalam konteks pemerintahan yang baru berusia 100 hari, Syarif menekankan perlunya fokus pada penegakan hukum yang bersih, termasuk di dalam lembaga penegak hukum itu sendiri, seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan.
Menurut Syarif, tantangan utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tingginya angka korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah menjadi bagian dari budaya birokrasi. Kesalahan penegakan hukum yang dilakukan bukan hanya pada masyarakat umum, tetapi juga di dalam tubuh lembaga penegak hukum menjadi sorotan utamanya. Ia menyarankan bahwa untuk mencapai Indonesia yang bebas dari praktik-praktik tercela ini, pemberantasan korupsi di internal lembaga hukum harus menjadi perhatian nomor satu.
Di samping itu, Syarif memberikan kritik tajam terhadap keputusan hakim dalam penerapan vonis terhadap kasus korupsi, yang menurutnya tidak sejalan dengan panduan Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada inkonsistensi dalam sistem hukum yang perlu diatasi untuk menjamin keadilan serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Laode M Syarif juga mengekspresikan dukungannya terhadap pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) perampasan aset koruptor. Ia menganggap bahwa langkah ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk menambah daya tekan terhadap pelaku korupsi dan mendorong transparansi dalam pengelolaan aset negara. Dengan adanya UU yang tegas, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelanggar hukum, merestorasi kepercayaan publik, dan menyelamatkan sumber daya negara yang sangat berharga.
Dalam rangka mencapai tujuan besar ini, pemerintahan Prabowo diharapkan dapat melakukan kolaborasi yang erat dengan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk masyarakat sipil dan organisasi anti-korupsi, dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi penegakan hukum yang lebih baik.
Menurut Syarif, tantangan utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tingginya angka korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah menjadi bagian dari budaya birokrasi. Kesalahan penegakan hukum yang dilakukan bukan hanya pada masyarakat umum, tetapi juga di dalam tubuh lembaga penegak hukum menjadi sorotan utamanya. Ia menyarankan bahwa untuk mencapai Indonesia yang bebas dari praktik-praktik tercela ini, pemberantasan korupsi di internal lembaga hukum harus menjadi perhatian nomor satu.
Di samping itu, Syarif memberikan kritik tajam terhadap keputusan hakim dalam penerapan vonis terhadap kasus korupsi, yang menurutnya tidak sejalan dengan panduan Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada inkonsistensi dalam sistem hukum yang perlu diatasi untuk menjamin keadilan serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Laode M Syarif juga mengekspresikan dukungannya terhadap pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) perampasan aset koruptor. Ia menganggap bahwa langkah ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk menambah daya tekan terhadap pelaku korupsi dan mendorong transparansi dalam pengelolaan aset negara. Dengan adanya UU yang tegas, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelanggar hukum, merestorasi kepercayaan publik, dan menyelamatkan sumber daya negara yang sangat berharga.
Dalam rangka mencapai tujuan besar ini, pemerintahan Prabowo diharapkan dapat melakukan kolaborasi yang erat dengan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk masyarakat sipil dan organisasi anti-korupsi, dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi penegakan hukum yang lebih baik.
(RED)