JSON Variables

Menko Yusril, Pemerintah Hormati Putusan MK yang Batalkan Presidential Threshold


Jakarta, Jumat 3 Januari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengeluarkan pernyataan penting terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, yang dikenal sebagai "presidential threshold". Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan perlunya konsistensi dengan UUD 1945, yang menjadi landasan konstitusi Indonesia.

Pembatalan Ambang Batas

Ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan agar pasangan calon presiden dan wakil presiden didukung oleh minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dari pemilu sebelumnya. Dengan dibatalkannya ketentuan ini, semua partai politik peserta pemilu mendatang kini memiliki hak untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ada batasan.

Pernyataan Yusril

Yusril menegaskan bahwa pemerintah menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. "Semua pihak, termasuk pemerintah, terikat dengan putusan ini dan tidak dapat melakukan upaya hukum apapun," tegasnya. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap supremasi hukum serta penghormatan kepada lembaga konstitusi tertinggi di Indonesia.

Perubahan Perspektif MK

Yusril juga mencatat bahwa keputusan MK ini mencerminkan perubahan sikap terhadap konstitusionalitas norma yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu dibandingkan dengan putusan-putusan sebelumnya. "Apa pun pertimbangan hukum MK, pemerintah menghormatinya dan tidak dalam posisi untuk mengomentari keputusan tersebut," ujarnya. Ini menunjukkan sikap proaktif pemerintah dalam memahami dan menerima otoritas MK dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Pembahasan Implikasi Keputusan

Setelah keputusan ini, pemerintah berencana untuk membahas implikasi perubahan tersebut terhadap pelaksanaan pemilu presiden yang akan datang pada tahun 2029. Dalam hal ini, Yusril menegaskan pentingnya melibatkan berbagai stakeholders, termasuk DPR, KPU, dan Bawaslu, serta akademisi dan masyarakat, untuk bersama-sama membahas dan merumuskan perubahan yang mungkin diperlukan dalam UU Pemilu.

Pernyataan Yusril mewakili sikap responsif pemerintah dalam menyikapi putusan MK, serta kesiapan untuk menghadapi perubahan yang datang. Proses ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga berbagai pihak terkait yang akan memastikan bahwa proses demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik dan adil. Pendekatan inklusif ini diharapkan dapat memperkuat demokrasi dan memberikan peluang yang lebih luas bagi berbagai partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum mendatang.





(RED)
أحدث أقدم

Facebook