JSON Variables

Perubahan Peraturan Tanah, 5 Dokumen Tanah ini Sudah Tidak Berlaku Di Tahun 2026


Jakarta, Selasa 7 Januari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Dalam era modernisasi, pemerintah telah memperbaharui regulasi terkait kepemilikan tanah, termasuk dokumen tanah adat yang telah ada selama bertahun-tahun. Salah satu regulasi yang berperan penting adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa bukti tanah adat kini hanya dianggap sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah. Hal ini menjadi sorotan karena lima jenis dokumen tanah akan berakhir masa berlakunya dalam dua tahun ke depan.

Dampak Peraturan Baru

Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Dindin Saripudin, mengungkapkan bahwa masyarakat perlu menghargai regulasi ini. Sebagai langkah antisipasi, dokumen tanah adat seperti Petok D, Letter C, Girik, Pipil, dan Verponding tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan. Ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan pendaftaran tanah adat melalui mekanisme pengakuan hak dengan syarat tertentu.

Dokumen Tanah yang Tidak Berlaku

Berikut adalah lima dokumen tanah yang tidak akan berlaku lagi mulai tahun 2026:

- Petok D: Buku register yang dicatat oleh pemerintah desa untuk mencatat kepemilikan tanah, terbuat secara manual.
- Letter C: Surat keterangan dari pemerintah desa sebagai bukti kepemilikan tanah yang berisi informasi dasar mengenai kepemilikan.
- Girik: Bukti pembayaran pajak atas lahan yang dianggap sebagai penguasaan individu terhadap tanah, umumnya berasal dari hak milik adat.
- Pipil: Surat Tanda Pembayaran Pajak tanah yang berlaku sebelum tahun 1960 yang populer di Bali.
- Verponding: Bukti kepemilikan tanah yang dilengkapi dengan surat tagihan pajak, yang kini telah bertransformasi menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan.

Langkah Selanjutnya bagi Masyarakat

Masyarakat tentunya diimbau untuk segera memperbaharui dokumen kepemilikan tanah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Langkah ini sangat penting untuk melindungi aset dari ancaman mafia tanah yang kian marak. Dampak negatif dari tidak adanya legalitas yang kuat terhadap kepemilikan tanah sangat besar, yang dapat mengakibatkan sengketa tanah di kemudian hari.

Perubahan regulasi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya legalitas tanah. Meningkatkan dokumen kepemilikan menjadi SHM tidak hanya memberikan perlindungan terhadap aset tetapi juga menunjang kepastian hukum dalam kepemilikan tanah di Indonesia. Dengan langkah-langkah yang tepat, masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan ini dan meraih keadilan dalam hal hak atas tanah.





(RED) 
أحدث أقدم

Facebook