Jakarta, Senin 03 Februari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri resmi memulai penyidikan dugaan korupsi dan pencucian uang dalam pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) antara tahun 2012 hingga 2016. Kasus ini diduga merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.
Menurut penyelidikan awal, pembiayaan yang disalurkan LPEI tidak sesuai dengan prosedur dan digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk tujuan pengembangan usaha seperti yang seharusnya. PT DST diketahui menerima kredit macet senilai Rp 45 miliar dan USD 4,125 juta. Sementara itu, PT MIF mengalihkan utang PT DST dengan pembiayaan yang sebagian besar digunakan untuk membayar utang tersebut, bukan untuk mendukung kegiatan usaha. Pada tahun 2022, PT MIF gagal membayar utang sebesar USD 43,6 juta, memperparah kerugian negara.
Hingga saat ini, penyidik Polri telah memeriksa 27 saksi dan bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
Kakortastipidkor Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, S.H., M.H., menegaskan komitmen tinggi tim penyidik untuk mengungkap kebenaran dan memulihkan keuangan negara. "Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi, untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan," ujar Cahyono dalam keterangan pers, Jumat (31/1).
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap penyaluran dana publik, terutama dalam lembaga pembiayaan negara. Masyarakat pun diharapkan dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan setiap indikasi penyimpangan yang ditemukan.
Doc : Humas Polri
(RED)
Menurut penyelidikan awal, pembiayaan yang disalurkan LPEI tidak sesuai dengan prosedur dan digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk tujuan pengembangan usaha seperti yang seharusnya. PT DST diketahui menerima kredit macet senilai Rp 45 miliar dan USD 4,125 juta. Sementara itu, PT MIF mengalihkan utang PT DST dengan pembiayaan yang sebagian besar digunakan untuk membayar utang tersebut, bukan untuk mendukung kegiatan usaha. Pada tahun 2022, PT MIF gagal membayar utang sebesar USD 43,6 juta, memperparah kerugian negara.
Hingga saat ini, penyidik Polri telah memeriksa 27 saksi dan bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
Kakortastipidkor Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, S.H., M.H., menegaskan komitmen tinggi tim penyidik untuk mengungkap kebenaran dan memulihkan keuangan negara. "Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi, untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan," ujar Cahyono dalam keterangan pers, Jumat (31/1).
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap penyaluran dana publik, terutama dalam lembaga pembiayaan negara. Masyarakat pun diharapkan dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan setiap indikasi penyimpangan yang ditemukan.
Doc : Humas Polri
(RED)