Jakarta, Senin 17 Februari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya berhasil mengungkap praktik pengoplosan gas elpiji yang melibatkan sejumlah dokter dan asisten dokter di wilayah Bekasi, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Delapan orang, termasuk lima dokter dan satu asisten dokter, telah ditangkap dalam operasi tersebut.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Indrawienny Panjiyoga, menjelaskan bahwa para pelaku memindahkan isi gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kg ke tabung gas elpiji kosong berukuran 12 kg dan 50 kg yang non-subsidi. "Mereka menggunakan pipa regulator yang dimodifikasi dan es batu untuk memudahkan proses pemindahan gas," ujar Indrawienny dalam konferensi pers, Kamis (13/2/25).
Para tersangka, yang terdiri dari lima dokter berinisial S, W, MR, MS, dan P, serta satu asisten dokter berinisial MR, diduga sebagai pemilik dan pengawas operasi ilegal ini. Selain itu, tersangka lainnya, T, bertugas sebagai penjual gas hasil oplosan. Seluruhnya kini telah ditahan dan sedang menjalani proses hukum.
Modus operandi yang digunakan terbilang canggih. Para pelaku memanfaatkan tabung gas elpiji bersubsidi 3 kg dengan modal Rp 80 ribu-Rp 100 ribu untuk mengisi tabung 12 kg, dan Rp 306 ribu-Rp 340 ribu untuk tabung 50 kg. Gas hasil oplosan tersebut kemudian dijual di wilayah Jakarta dan Bekasi dengan keuntungan mencapai Rp 80 ribu-Rp 100 ribu per tabung 12 kg, dan Rp 560 ribu-Rp 694 ribu per tabung 50 kg.
"Keuntungan yang mereka dapatkan sangat besar, sementara praktik ini sangat membahayakan keselamatan masyarakat," tegas Indrawienny.
Kasus ini telah menjerat sembilan tersangka dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang mengubah ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Praktik pengoplosan gas elpiji tidak hanya merugikan negara, tetapi juga membahayakan konsumen karena berpotensi menyebabkan kebocoran gas hingga ledakan. Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan melaporkan jika menemukan praktik serupa.
"Kami akan terus melakukan pengawasan ketat untuk mencegah praktik serupa terjadi di masa depan," pungkas Indrawienny.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Indrawienny Panjiyoga, menjelaskan bahwa para pelaku memindahkan isi gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kg ke tabung gas elpiji kosong berukuran 12 kg dan 50 kg yang non-subsidi. "Mereka menggunakan pipa regulator yang dimodifikasi dan es batu untuk memudahkan proses pemindahan gas," ujar Indrawienny dalam konferensi pers, Kamis (13/2/25).
Para tersangka, yang terdiri dari lima dokter berinisial S, W, MR, MS, dan P, serta satu asisten dokter berinisial MR, diduga sebagai pemilik dan pengawas operasi ilegal ini. Selain itu, tersangka lainnya, T, bertugas sebagai penjual gas hasil oplosan. Seluruhnya kini telah ditahan dan sedang menjalani proses hukum.
Modus operandi yang digunakan terbilang canggih. Para pelaku memanfaatkan tabung gas elpiji bersubsidi 3 kg dengan modal Rp 80 ribu-Rp 100 ribu untuk mengisi tabung 12 kg, dan Rp 306 ribu-Rp 340 ribu untuk tabung 50 kg. Gas hasil oplosan tersebut kemudian dijual di wilayah Jakarta dan Bekasi dengan keuntungan mencapai Rp 80 ribu-Rp 100 ribu per tabung 12 kg, dan Rp 560 ribu-Rp 694 ribu per tabung 50 kg.
"Keuntungan yang mereka dapatkan sangat besar, sementara praktik ini sangat membahayakan keselamatan masyarakat," tegas Indrawienny.
Kasus ini telah menjerat sembilan tersangka dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang mengubah ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Praktik pengoplosan gas elpiji tidak hanya merugikan negara, tetapi juga membahayakan konsumen karena berpotensi menyebabkan kebocoran gas hingga ledakan. Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan melaporkan jika menemukan praktik serupa.
"Kami akan terus melakukan pengawasan ketat untuk mencegah praktik serupa terjadi di masa depan," pungkas Indrawienny.
(RED)