Jakarta, Senin 17 Februari 2025 (Akurat, Berisi dan Berimbang) Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kebijakan baru pemerintah yang bertujuan memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui kewajiban penyimpanan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, yang diresmikan dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 17 Februari 2025.
“Dalam rangka memperkuat dan memperbesar dampak dari pengelolaan devisa hasil ekspor sumber daya alam, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025,” ujar Presiden Prabowo.
Aturan Baru untuk Eksportir SDA
Melalui PP Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah mewajibkan eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan. Devisa tersebut harus disimpan dalam rekening khusus di bank nasional. Sementara itu, untuk sektor minyak dan gas bumi, aturan tetap mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2023.
Presiden Prabowo menjelaskan bahwa kebijakan ini diperkirakan akan menambah devisa hasil ekspor sebesar 80 miliar dolar Amerika pada tahun 2025. “Karena ini akan berlaku mulai 1 Maret, jika dihitung selama 12 bulan, hasilnya diperkirakan akan lebih dari 100 miliar dolar,” ungkapnya.
Fleksibilitas bagi Eksportir
Meskipun diwajibkan menyimpan DHE SDA di dalam negeri, eksportir tetap diberikan fleksibilitas dalam menggunakan devisa tersebut. Beberapa penggunaan yang diperbolehkan antara lain:
1. Menukar ke rupiah di bank yang sama untuk operasional bisnis.
2. Membayar kewajiban pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam valuta asing.
3. Membayar dividen dalam bentuk valuta asing.
4. Pembayaran untuk pengadaan barang dan jasa yang belum tersedia atau tidak memenuhi spesifikasi di dalam negeri.
5. Pembayaran kembali atas pinjaman untuk pengadaan barang modal dalam bentuk valuta asing.
“Kebijakan ini dirancang untuk mendukung kelancaran bisnis eksportir sambil memastikan devisa hasil ekspor SDA berkontribusi pada perekonomian nasional,” jelas Presiden.
Sanksi bagi Pelanggar
Bagi eksportir yang tidak mematuhi kebijakan ini, pemerintah akan memberikan sanksi berupa penangguhan layanan ekspor. Presiden Prabowo menegaskan bahwa penerapan aturan ini akan dimulai pada 1 Maret 2025. “Pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi dampak kebijakan ini terhadap perekonomian nasional,” tambahnya.
Dukungan Penuh dari Kabinet
Konferensi pers ini turut dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan penuh pemerintah terhadap kebijakan baru ini.
Dampak Positif bagi Ekonomi Nasional
Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas ekonomi nasional dengan meningkatkan cadangan devisa dan mendorong penggunaan sistem keuangan dalam negeri. Selain itu, langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi dan nilai tambah dari sektor sumber daya alam.
Dengan diterapkannya PP Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah berharap dapat menciptakan dampak jangka panjang yang positif bagi perekonomian Indonesia, sekaligus memastikan bahwa kekayaan alam negeri ini dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat.
“Dalam rangka memperkuat dan memperbesar dampak dari pengelolaan devisa hasil ekspor sumber daya alam, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025,” ujar Presiden Prabowo.
Aturan Baru untuk Eksportir SDA
Melalui PP Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah mewajibkan eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan. Devisa tersebut harus disimpan dalam rekening khusus di bank nasional. Sementara itu, untuk sektor minyak dan gas bumi, aturan tetap mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2023.
Presiden Prabowo menjelaskan bahwa kebijakan ini diperkirakan akan menambah devisa hasil ekspor sebesar 80 miliar dolar Amerika pada tahun 2025. “Karena ini akan berlaku mulai 1 Maret, jika dihitung selama 12 bulan, hasilnya diperkirakan akan lebih dari 100 miliar dolar,” ungkapnya.
Fleksibilitas bagi Eksportir
Meskipun diwajibkan menyimpan DHE SDA di dalam negeri, eksportir tetap diberikan fleksibilitas dalam menggunakan devisa tersebut. Beberapa penggunaan yang diperbolehkan antara lain:
1. Menukar ke rupiah di bank yang sama untuk operasional bisnis.
2. Membayar kewajiban pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam valuta asing.
3. Membayar dividen dalam bentuk valuta asing.
4. Pembayaran untuk pengadaan barang dan jasa yang belum tersedia atau tidak memenuhi spesifikasi di dalam negeri.
5. Pembayaran kembali atas pinjaman untuk pengadaan barang modal dalam bentuk valuta asing.
“Kebijakan ini dirancang untuk mendukung kelancaran bisnis eksportir sambil memastikan devisa hasil ekspor SDA berkontribusi pada perekonomian nasional,” jelas Presiden.
Sanksi bagi Pelanggar
Bagi eksportir yang tidak mematuhi kebijakan ini, pemerintah akan memberikan sanksi berupa penangguhan layanan ekspor. Presiden Prabowo menegaskan bahwa penerapan aturan ini akan dimulai pada 1 Maret 2025. “Pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi dampak kebijakan ini terhadap perekonomian nasional,” tambahnya.
Dukungan Penuh dari Kabinet
Konferensi pers ini turut dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan penuh pemerintah terhadap kebijakan baru ini.
Dampak Positif bagi Ekonomi Nasional
Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas ekonomi nasional dengan meningkatkan cadangan devisa dan mendorong penggunaan sistem keuangan dalam negeri. Selain itu, langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi dan nilai tambah dari sektor sumber daya alam.
Dengan diterapkannya PP Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah berharap dapat menciptakan dampak jangka panjang yang positif bagi perekonomian Indonesia, sekaligus memastikan bahwa kekayaan alam negeri ini dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat.
Doc : Seketariat Presiden RI
(RED)