Kab. Bekasi, 12 April 2025 - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi tengah berjuang menghadapi tekanan keuangan yang kritis. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Hudaya mengakui, peminjaman ke bank menjadi opsi terakhir untuk menjaga stabilitas kas daerah, meski hingga kini belum direalisasikan. “Pilihan terakhir itu ada, tapi kami masih bisa bertahan dengan kondisi saat ini,” tegasnya, Selasa (12/3).
Sumber pendapatan daerah, seperti transfer pusat-provinsi, pajak, retribusi, dan pengelolaan aset, dinilai belum cukup menopang beban belanja. Di awal Maret, kewajiban pembayaran infrastruktur dan program prioritas harus dipenuhi, sementara realisasi pendapatan masih tertunda. APBD 2024 senilai Rp8,4 triliun pun belum sepenuhnya cair. “Masuknya bertahap,” ujar Hudaya.
Upaya penyelamatan dilakukan melalui koordinasi intensif dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk mengakselerasi penerimaan. Namun, tantangan bertambah dengan melonjaknya belanja pegawai pascapengangkatan 9.000 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Alokasi gaji dan tunjangan kini menembus 30% APBD, jauh di atas batas ideal.
Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron, menyatakan belum mendapat pemberitahuan resmi soal rencana pinjaman. Meski begitu, ia menegaskan, utang bisa diterima selama dialokasikan untuk program produktif. “Jangan sampai untuk belanja konsumtif. Harus ada dampak jangka panjang,” tegas Ade.
Ia mengkritik lambannya inovasi pemda dalam menggali potensi pendapatan. “Masih banyak celah yang bisa dieksplor, seperti optimalisasi aset daerah atau perbaikan sistem pajak,” ucapnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi, langkah peminjaman bank mungkin tak terhindarkan. Namun, transparansi dan prioritas anggaran menjadi kunci agar kebijakan ini tidak justru membebani generasi mendatang. Pemkab dituntut bergerak cepat sebelum krisis menggerus pelayanan publik.
(Red)
Sumber pendapatan daerah, seperti transfer pusat-provinsi, pajak, retribusi, dan pengelolaan aset, dinilai belum cukup menopang beban belanja. Di awal Maret, kewajiban pembayaran infrastruktur dan program prioritas harus dipenuhi, sementara realisasi pendapatan masih tertunda. APBD 2024 senilai Rp8,4 triliun pun belum sepenuhnya cair. “Masuknya bertahap,” ujar Hudaya.
Upaya penyelamatan dilakukan melalui koordinasi intensif dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk mengakselerasi penerimaan. Namun, tantangan bertambah dengan melonjaknya belanja pegawai pascapengangkatan 9.000 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Alokasi gaji dan tunjangan kini menembus 30% APBD, jauh di atas batas ideal.
Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron, menyatakan belum mendapat pemberitahuan resmi soal rencana pinjaman. Meski begitu, ia menegaskan, utang bisa diterima selama dialokasikan untuk program produktif. “Jangan sampai untuk belanja konsumtif. Harus ada dampak jangka panjang,” tegas Ade.
Ia mengkritik lambannya inovasi pemda dalam menggali potensi pendapatan. “Masih banyak celah yang bisa dieksplor, seperti optimalisasi aset daerah atau perbaikan sistem pajak,” ucapnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi, langkah peminjaman bank mungkin tak terhindarkan. Namun, transparansi dan prioritas anggaran menjadi kunci agar kebijakan ini tidak justru membebani generasi mendatang. Pemkab dituntut bergerak cepat sebelum krisis menggerus pelayanan publik.
(Red)