Subang, 12 April 2025 - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang, menggulung puluhan warung remang-remang di sepanjang jalur pantura, Kamis (10/4/2025). Operasi penertiban dipimpin langsung Camat Sukasari, Drs. Aet Rudiatna M.Si, menindaklanjuti keluhan warga yang resah dengan aktivitas prostitusi terselubung dan peredaran obat farmasi ilegal di lokasi tersebut.
“Penertiban sebenarnya sudah direncanakan sejak Maret, menjelang Ramadhan. Tapi situasi waktu itu kurang kondusif karena beririsan dengan arus mudik dan libur Lebaran,” jelas Aet Rudiatna saat memantau proses pembongkaran. Operasi melibatkan Forkopimcam Sukasari dan perangkat desa setempat, sebagai bentuk penegakan Perda Ketertiban Umum.
Sebelum eksekusi, Pemerintah Desa Sukasari telah mengirim surat edaran ke pemilik warung sejak sepekan sebelumnya. Langkah ini diambil untuk meminimalisir penolakan. “Kami sosialisasikan dulu agar tidak ada gesekan. Pemilik warung sudah tahu konsekuensinya,” tegas Kepala Desa Sukasari, Nariman, yang turun langsung mengawal proses.
Warung-warung yang ditertibkan diduga kuat menjadi sarang transaksi gelap. Selain minim pencahayaan, lokasinya kerap dikunjungi kendaraan bermotor dengan pengendara yang berlalu-lalang tanpa tujuan jelas. Warga sekitar mengaku lega. “Sudah lama mengganggu ketenangan. Anak-anak lewat sini pun kami khawatirkan,” ujar Salim (42), salah satu pedagang kaki lima.
Meski dianggap solutif, langkah ini menyisakan pekerjaan rumah. Sejumlah pemilik warung mengaku hanya mencari nafkah dari berjualan makanan. “Kami dapat surat, tapi tak ada alternatif lokasi. Ini satu-satunya tempat kami bisa berdagang,” protes Tati (35), yang warungnya ikut dibongkar.
Camat Sukasari menegaskan, penertiban bukan sekadar razia, tapi bagian dari komitmen menciptakan lingkungan aman dan tertib. “Kalau ada yang merasa dirugikan, silakan mengajukan perizinan sesuai aturan. Tapi selama ilegal dan mengganggu, kami tak akan toleransi,” tegasnya.
Operasi ini menjadi alarm bagi daerah lain di pantura yang kerap jadi “titik rawan” aktivitas serupa. Pasca-penertiban, warga berharap pemda tak hanya membongkar, tetapi juga membuka ruang dialog untuk solusi berkelanjutan.
Doc : Tribun Jateng
(Red)
“Penertiban sebenarnya sudah direncanakan sejak Maret, menjelang Ramadhan. Tapi situasi waktu itu kurang kondusif karena beririsan dengan arus mudik dan libur Lebaran,” jelas Aet Rudiatna saat memantau proses pembongkaran. Operasi melibatkan Forkopimcam Sukasari dan perangkat desa setempat, sebagai bentuk penegakan Perda Ketertiban Umum.
Sebelum eksekusi, Pemerintah Desa Sukasari telah mengirim surat edaran ke pemilik warung sejak sepekan sebelumnya. Langkah ini diambil untuk meminimalisir penolakan. “Kami sosialisasikan dulu agar tidak ada gesekan. Pemilik warung sudah tahu konsekuensinya,” tegas Kepala Desa Sukasari, Nariman, yang turun langsung mengawal proses.
Warung-warung yang ditertibkan diduga kuat menjadi sarang transaksi gelap. Selain minim pencahayaan, lokasinya kerap dikunjungi kendaraan bermotor dengan pengendara yang berlalu-lalang tanpa tujuan jelas. Warga sekitar mengaku lega. “Sudah lama mengganggu ketenangan. Anak-anak lewat sini pun kami khawatirkan,” ujar Salim (42), salah satu pedagang kaki lima.
Meski dianggap solutif, langkah ini menyisakan pekerjaan rumah. Sejumlah pemilik warung mengaku hanya mencari nafkah dari berjualan makanan. “Kami dapat surat, tapi tak ada alternatif lokasi. Ini satu-satunya tempat kami bisa berdagang,” protes Tati (35), yang warungnya ikut dibongkar.
Camat Sukasari menegaskan, penertiban bukan sekadar razia, tapi bagian dari komitmen menciptakan lingkungan aman dan tertib. “Kalau ada yang merasa dirugikan, silakan mengajukan perizinan sesuai aturan. Tapi selama ilegal dan mengganggu, kami tak akan toleransi,” tegasnya.
Operasi ini menjadi alarm bagi daerah lain di pantura yang kerap jadi “titik rawan” aktivitas serupa. Pasca-penertiban, warga berharap pemda tak hanya membongkar, tetapi juga membuka ruang dialog untuk solusi berkelanjutan.
Doc : Tribun Jateng
(Red)